[Memaknai Kehidupan dari Novel ]
Judul Buku : Penyap
Penulis : Sayyidatul
Imamah
Tebal : 58
bab (selesai)
Sebanyak
apa sih manusia yang hidup di dunia ini? Milyaran? Salah, Bro. Manusia yang
hidup bukan yang bernapas dan bisa berjalan. Tapi manusia yang sering
benar-benar tersenyum dan tertawa di kehidupannya (Aku iri dengan manusia ini),
maksudku, mereka gak memalsukan senyum dan tawa mereka (bab 9).
Anna dan Leo berencana bunuh diri di rel kereta api.
Keduanya bertemu tanpa janjian. Tapi, keduanya saling mengenal karena dari
sekolah yang sama. Leo menggiring Anna ke tepi rel kereta api tepat kereta api
akan melintas.
Usaha bunuh diri dua remaja tersebut gagal total.
Meski begitu, ada hikmah yang bisa dipetik. Anna dan Leo jadi saling mengenal.
Leo juga mengantar Anna pulang ke rumahnya. Walau perjalanan singkat, keduanya
menikmati momen tersebut.
Kejadian demi kejadian mengantarkan mereka lebih
dekat. Saat Leo dipukul oleh temannya, Anna datang membantu mengobati lukanya.
Lalu, saat Pak Ridwan menyarankan Anna dan Leo untuk ikut tutor dengan Rio karena
keduanya jarang masuk.
Novel Penyap sangat cocok dibaca oleh siapa saja. Well, buku ini bukan mendorong pembaca
untuk bunuh diri, kok. Tapi, lebih memaknai kehidupan itu sendiri. Seperti
judul artikel yang Leo tulis di blognya. Mati
itu mudah, hidup yang susah.
Disajikan dengan dua sudut pandang, Anna dan Leo,
yang konsisten berganti-gantian di setiap bab. Membuat pembaca memahami setiap
gejolak emosi dalam diri Anna dan Leo. Anna yang memiliki penyakit leukimia.
Setiap hari orangtuanya sibuk memerhatikan kondisinya. Lengkap dengan obat-obatan
di kotak makannya.
Lalu, ada Leo. Ayah kandungnya meninggal karena
gantung diri. Ibunya menikah lagi dan kehidupan yang dijalani semakin parah.
Ayah tirinya suka mabuk dan memukul. Leo muak dengan kehidupannya. Ia bisa saja
keluar dari rumah dan tidak pernah kembali. Tapi Ibunya pasti akan menjadi
korban kekerasan Ayah tirinya seorang diri.
Dengan dua situasi berbeda, penulis meramu setiap
masalah dua tokoh secara mendalam. Tidak ada adegan pengulangan di bab
selanjutnya, yang membuat novel ini dirasa menyengarkan. Kegelisahan Anna yang
terlalu diperhatikan berlebihan dan menghabiskan dana. Serta, Leo yang jungkir
balik menjalani kehidupannya meski tidak tahu alasan bertahan.
Novel dengan mental illnes ini begitu menohok. Banyak pelajaran yang bisa dituai.
Tentang pentingnya kasih sayang dalam keluarga. Mendiskusikan perasaan secara
terbuka pada orangtua. Anna dan Leo begitu khas remaja dengan segala
kepolosannya.
Kedua tokoh ini saling mempengaruhi dalam mengambil
keputusan. Tentang Anna yang merasa dipahami oleh isi blog Leo. Serta Leo yang
senang mendapat senyum dari Anna. Keduanya bertarung dengan kemelut hati
masing-masing dan mencoba menguraikannya dengan segala upaya mereka sebagai
remaja.
Isu suicide
yang diangkat di buku ini cukup menarik sekaligus memprihatinkan. Tekanan dan
beban yang ditanggung Leo dan Anna begitu berdampak pada psikis dan cara mereka
memandang dunia.
Aku sangat menikmati membaca buku ini. Narasinya
banyak, tapi nggak membosankan. Penulis berhasil memanuver ceritanya dan
mengikat kisah di akhir tanpa ada plot bolong. Dua tokoh di sini benar-benar
meninggalkan bekas mendalam kepadaku.
Rekomended banget cerita Penyap ini. Enggak sabar
meluk Anna dan Leo dalam bentuk buku fisik :)
Sebenarnya banyak banget quote yang bertebaran di buku ini. Tapi terpaksa kupilih beberapa
yang paling jleb.
Quote favorit:
Dari sudut pandang Anna.
Mereka menyayangiku. Aku menyayangi mereka. Namun,
kami tidak bahagia (bab 5).
Orang seperti apa yang pantas untuk diharapkan mati?
(bab 7).
“Karena kamu, aku masih di sini.” (bab 11).
Waktu memang menakutkan (bab 33).
Dari sudut pandang Leo.
Tidak pernah ada alasan sepele untuk bunuh diri
(bab 8).
Sedikitnya ada satu orang yang bunuh diri setiap 40
derik di dunia ini. Negara dengan angka bunuh diri tertinggi pada tahun 2017
adalah Lithuania (bab 10).
Aku bersandar padanya, dan dia bersandar padaku.
Kami menjadi dua orang yang saling bersandar (bab 34).